KALBAR SATU – Wanita Sri Lanka kini jadi pekerja Seks untuk bertahan hidup. Hal itu tentu saja imbas dari Negaranya yang bangkrut.
Kondisi memprihatinkan itu dialami oleh sejumlah wanita di Sri Lanka. Mereka terpaksa menjadi penjajah seks demi mendapat makanan dan obat-obatan.
Kabar itu seperti dilansir dari CNBC Indonesia yang dimuat harian Sri Lanka The Morning yang dikutip Firstpost yang menyebut kebanyakan perempuan beralih ke prostitusi karena tak memiliki keterampilan profesional lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal itu dialami mereka di tengah kekhawatiran kehilangan pekerjaan atau ancaman pemutusan hubungan kerja selama krisis di negara tersebut.
Mayoritas dari mereka disebut berasal dari pekerka industri tekstil. Berdasarkan laporan Ecotextile.com, asosiasi pakaian Sri Lanka mengungkapkan negara itu kehilangan 10-20% pesanannya ke India dan Bangladesh karena krisis ekonomi.
Baca juga: Soal Pelecehan Seksual di Lingkungan Pesantren, Gus Baha: Ga Ada dalam Quran Orang Itu Iman ke Kiai
“Kami mendengar bahwa kami dapat kehilangan pekerjaan karena krisis ekonomi di negara ini,” kata salah satu pekerja dikutip The Morning.”Dan solusi terbaik yang dapat kami lihat saat ini adalah pekerja seks.”
“Gaji bulanan kami sekitar Rs 28.000 (Rp1,1 juta) dan maksimum yang bisa kami peroleh adalah Rs. 35.000 (Rp1,4 juta) dengan lembur,” tambahnya.
“Tapi melalui terlibat dalam pekerjaan seks, kami bisa mendapatkan lebih dari Rs. 15.000 (Rp624 ribu) per hari. Tidak semua orang akan setuju dengan saya, tapi inilah kenyataannya,” jelas sumber itu lagi.
Baca juga: Koalisi Muda Kalbar Gaungkan Satgas Kekerasan Seksual di Kampus
Data kelompok advokasi pekerja seks setempat, Stand Up Movement Lanka (SUML), menuturkan bahwa jumlah wanita yang terjun ke industri seks di ibu kota Kolombo terus meningkat. Bahkan naik 30%.
“Para wanita ini sangat putus asa untuk menghidupi anak-anak mereka, orang tua atau bahkan saudara mereka dan pekerjaan seks adalah salah satu dari sedikit profesi yang tersisa di Sri Lanka yang menawarkan banyak keuntungan dan uang cepat,” kata Direktur Eksekutif SUML, Ashila Dandeniya.
Dikutip dari situs yang sama, perdagangan seks berkembang pesat di lokasi yang dekat Bandara Internasional Bandaranaike Kolombo.
Wilayah itu diduga berada di bawah perlindungan dan peraturan polisi, di mana banyak wanita dipaksa tidur dengan petugas oleh nyonya rumah bordil sebagai pengganti “keamanan”.
Selain itu, laporan juga menyebutkan para wanita tersebut dipaksa untuk melakukan hubungan seks yang tidak aman atas desakan klien mulai dari akademisi hingga anggota mafia.
Bahkan mereka tidak memiliki pilihan lain karena pekerjaan di bidang pertanian juga telah menyusut tajam.