KALBARSATU.ID – Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas menilai Sutarmidji seharusnya menasihati pelajar itu tanpa menempuh jalur hukum.
“Berlebihan sih nggak. Kan negara ini negara hukum. Gubernur punya hak untuk menempuh itu,” Yaqut Cholil Qoumas dikutip dari detik.ccom, Jumat (13/11/2020).
Namun dikatakannya tindakan Gubernur Kalbar itu jelas tidak bijaksana. Apalagi kan pelajar itu juga anaknya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perlu ada cara tersendiri menghadapi persoalan anak. Dia menilai Sutarmidji tak perlu langsung ambil langkah hukum,”
Menurutnya, menghadapi anak-anak begini kan seharusnya nggak perlu langsung ke urusan hukum.
“Panggil saja, tabayun, dinasehati baik-baik jika dirasa keterlaluan,” imbuhnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan meminta meminta Sutarmidji mencabut laporan tersebut.
Kalau masih di bawah umur, sebaiknya diserahkan kepada sekolah dan orang tua untuk dibina. Tidak perlu diadukan ke polisi.
“Saya prihatin juga jika anak-anak pelajar tidak paham tata aturan berdemo, tapi saya juga tidak setuju jika semua kritikan dijadikan delik pidana,” Dede Yusuf Macan kepada wartawan, Jumat (13/11/2020).
Kata Dede, lebih baik Sutarmidji mengadukan hal ini ke Dinas Pendidikan Pemprov Kalbar. Hal ini agar anak tersebut diberikan teguran dan pembinaan.
“Jadi bagusnya Pak Gubernur cabut saja, aduan ke polisi, jika mau diadukan sebaiknya level Kadisdik saja ke kepala sekolah agar dilakukan pembinaan lagi. Karena anaknya masih di bawah umur dan peserta didik,” ujar Dede.
Politikus Partai Demokrat ini menilai kata-kata kasar yang diucapkan oleh pelajar tersebut ditujukan untuk jabatan Sutarmidji, bukan nama pribadi. Sutarmidji meminta tak membawa persoalan ini ke ranah pribadi.
“Berarti bukan nama, tapi jabatan. Sebetulnya kalau menurut hemat saya tidak perlu pribadi yang melaporkan. Cukup yang melaporkan adalah lembaganya.”
Misal Biro Hukum memberi surat teguran ke sekolah, atau ke keluarga. Jangan dibawa ke personal. Karena bagaimanapun adik itu masih perlu dibina oleh kita yang tua-tua ini,” ucapnya.
Kendati demikian, Dede tetap kecewa dengan ucapan pelajar yang penuh kata-kata kasar. Menurutnya, perlu ada penelusuran mengapa seorang pelajar bisa hingga mengucapkan kata kasar saat berorasi.
“Namun saya juga menyayangkan etika pelajar itu seperti tidak pernah belajar tata krama. Berarti perlu kita tinjau lagi apa yang menjadi penyebabnya, apakah di sekolah atau di rumah, atau pergaulan yang menjadi titik lemahnya,” imbuhnya.(*)